Mengintip Serunya Tradisi Mesuryak di Banjar Bongan Gede Bali
Travel, Tabanan -I Gede Putu Gilang Permana, 16 tahun, sibuk menghitung uang yang dia keluarkan dari dalam tas pinggang. Uang sebesar Rp. 610 ribu dari bermacam-macam pecahan itu berhasil ia kumpulkan dalam tradisi Mesuryak di Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Tabanan, Bali.
"Uang ini untuk ditabung, sebagian mau dipakai beli sepatu," katanya, Sabtu, 15 April 2017.
Saat berebut uang bersama warga Banjar Bongan Gede, gerakan kaki Gilang terlihat agak kaku karena menahan sakit. Lutut sebelah kanan kakinya terluka karena terjatuh setelah berbenturan dengan teman-temannya. "Ya enggak boleh tersinggung apalagi marah. Menjalankan tradisi ini kami harus gembira," tuturnya.
Mesuryak adalah tradisi yang hanya ada di Banjar Bongan Gede, walaupun di Desa Bongan terdapat 7 banjar. Tradisi ini rutin dilaksanakan setiap 210 hari, atau 6 bulan dalam perhitungan kalender Bali, yakni setiap hari raya Kuningan.
Menurut keyakinan warga Bongan Gede ketika Hari Raya Galungan roh para leluhur mereka turun ke bumi sampai hari raya Kuningan. “Mesuryak ini ungkapan simbolik salam perpisahan dengan roh para leluhur kembali ke alamnya,” kata Klian Adat Banjar Bongan Gede I Nyoman Parwata.
Mesuryak dimulai pukul 10.00 sampai 12.00, karena warga di sana meyakini saat siang roh leluhur mereka telah kembali ke alam baka. Parwata menjelaskan mesuryak berarti sorak-sorai, maka warga harus berbahagia. Walaupun, ujar dia, beberapa di antara warga ada yang luka ringan karena benturan dan terjatuh saat rebutan uang.
Semua kegiatan melempar dan rebutan uang dilaksanakan di sepanjang jalan umum Banjar Bongan Gede. Saat kegiatan berlangsung tidak ada penutupan atau pengalihan arus. Pengendara sepeda motor dan mobil masih bisa melintas, namun mereka perlu bersabar menunggu sejenak ketika warga sedang berebut uang. Pecalang (petugas keamanan adat) yang mengatur arus kendaraan bermotor yang melintas.
Aksi melempar uang ke udara ini sangat menarik perhatian. Tak jarang ada beberapa pengemis yang datang. "Pecalang sudah antisipasi itu," kata Parwata.
Pada 1980-an perayaan tradisi Mesuryak masih menggunakan pipis bolong (uang kepeng). Namun selanjutnya penggunaan uang yang resmi digunakan alat tukar digunakan untuk menambah kemeriahan dan daya tarik karena bisa dibelanjakan.
Tidak ada ketentuan jumlah uang untuk merayakan tradisi ini. Semua itu, kata Parwata, disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Ada keluarga yang menyediakan uang sejumlah Rp. 300 ribu, ada juga yang sampai Rp. 8 juta. Suasana mesuryak kali ini berbeda dibandingkan tahun lalu, karena banyak warga yang melemparkan uang model baru.
"Ada gairah dari warga yang ingin mengumpulkan uang (model) baru," tuturnya.
I Ketut Alit Subagia, 54 tahun, dikepung puluhan warga yang tertarik melihat lembaran uang Rp. 100 ribu yang dia genggam. Ke mana pun Alit berjalan, warga terus mengikuti pria yang bekerja wiraswasta itu sebelum melempar uang ke udara.
Keluarga besar Alit yang berjumlah 8 KK menyumbang lebih kurang Rp. 8 juta dalam tradisi mesuryak. "Ini tidak memberatkan kami dan tidak berpikir timbal balik," ucapnya. "Kami bahagia bisa berbagi."
Saat warga rebutan uang, lebih dominan diikuti para laki-laki. Tetapi bukan berarti perempuan tidak ada yang tertarik untuk bersaing merebut uang di udara. "Dapat cuma Rp. 30 ribu-an," kata Luh Gede Kumara Dewi, 20 tahun. Luh berhasil mengumpulkan beberapa lembar uang Rp. 1000, Rp. 2000, dan Rp. 5000.
Walaupun sempat beberapa kali terkena benturan di punggung dan tangan, namun Luh tidak terlalu mempedulikan itu. "Ya agak takut, tapi tertarik ingin merasakan kemeriahan, juga mau mendapat uang," katanya sambil tersenyum.
BRAM SETIAWAN
0 Response to "Mengintip Serunya Tradisi Mesuryak di Banjar Bongan Gede Bali"
Posting Komentar