Nasional, Palembang - Jumlah gajah liar dan gajah jinak dikhawatirkan makin berkurang dalam beberapa tahun mendatang. Guru besar Universitas Sriwijaya Robiyanto H. Susanto mengatakan salah satu penyebabnya adalah sistem penataan air di hutan, gambut, serta lahan konsesi hutan tanaman industri yang buruk.

Padahal gajah sangat membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. "Diperlukan revitalisasi hidrologi dengan membuka kanal yang ditutup permanen," katanya, Jumat, 24 Februari 2017.

Baca:
Hasil Studi Genetika: Gajah Menuju Kepunahan
Jaringan Pedagang Gading Gajah Dibongkar  
Polda Riau Gagalkan Perdagangan Gading Gajah Rp 1 Miliar

Dalam diskusi yang digagas oleh Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sumsel (Fordas Sumsel), Robiyanto menjelaskan penurunan permukaan air salah satunya akan mengganggu sistem kehidupan gajah. Sistem terganggu lantaran hilangnya sumber makanan yakni tumbuh-tumbuhan alam sekitar.

Selain itu penurunan permukaan air akan memudahkan perambah dan pemburu liar masuk ke habitat gajah. Saat ini di Padang Sugihan terdapat 30 ekor gajah jinak serta puluhan lainnya termasuk kawanan gajah liar yang hidup tanpa dirantai.

Baca juga:
Ma'ruf Amin MUI: Saya Tolak Menemui Keduanya, Ahok dan Anies 
Kasus Mapala UII, Polisi: Panitia Berupaya Hilangkan Bukti
Pengaktifan Ahok, Ini Penyebab ACTA Cabut Gugatannya di PTUN

Di kawasan sub-pusat latihan gajah di Padang Sugihan serta kawasan perkebunan sawit, Banyuasin, misalnya, banyak kanal yang ditutup dengan alasan untuk menjaga ketersedian air. Padahal langkah itu kurang tepat karena air juga harus disegarkan atau dicuci. "Jadi di lahan bersulfat masam airnya perlu dicuci oleh air hujan."

Ketua Forum DAS Sumsel Syafrul Yunardy mengatakan sebelum berdiskusi yang melibatkan akademisi dari berbagai kampus, pihaknya melakukan kunjungan langsung ke daerah lahan gambut di Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Tindakan itu dimaksudkan untuk melihat langsung lahan gambut serta persoalannya.

 

Syafrul berharap akan ada restorasi gambut dengan pendekatan restorasi hidrologi, revegetasi dan revitalisasi penghidupan masyarakat. "Kunjungan lapangan akan di diskusikan bersama para akademisi."

Ia mengatakan, lahan gambut menjadi perhatian Forum DAS karena pada 2015 terjadi kebakaran hutan dan lahan yang hebat di Sumsel. Setidaknya 700 ribu hektare hutan dan lahan terbakar. Kemarin, tim yang terdiri dari akademisi, LSM, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), pemerintah, peneliti mengunjungi Suaka Margasatwa Padang Sugihan di Jalur 21, Desa Sidomulyo Kecamatan Muara Padang, lahan perusahaan PT Sriwijaya Palm Oil.

PARLIZA HENDRAWAN